counter free hit invisible
Spiritualitas dan Ruhani

Bertasawuf di masa-masa sulit Pandemi Covid-19

Banyak berkembang psikoterapi dengan menggunakan metode berdasarkan keilmuan tasawuf sebagai landasan terapinya

Kembalikeakar.com –  Istilah tasawuf merupakan istilah yang muncul setelah era Rasulullah SAW dan khalifah rasyidin berakhir. Namun konteks dari tasawuf sendiri bukan hal baru, melainkan ajaran-ajaran yang dipraktekkan oleh Rasulullah SAW sendiri dari sunnahnya dan kitab suci Al-Quran. Artinya disini kita harus pahami bahwa sumber serta isi yang terkandung di dalam tasawuf merupakan islam itu sendiri. Hanya saja Tasawuf hadir sebagai sebuah pendekatan dalam mengimplementasikan Islam sesuai perkembangan zaman.

Contohnya seperti memasak, sejak dahulu orang-orang sudah memasak  dengan berbagai macam cara seperti merebus, meggoreng dan membakar. Tetapi di zaman modern maka anda akan mendengar istilah-istilah teknik memasak Blanching, Boiling, Roasting, dan lain sebagainya.

Pada dasarnya, inti dari teknik-teknik memasak tersebut sama seperti teknik yang dilakukan oleh nenek moyang kita dahulu. Hanya saja dengan istilah baru juga dengan alat-alat baru yang mengikuti perkembangan zaman.

Sama juga dengan tasawuf yang diracik sebagai sebuah keilmuan yang bisa di gunakan sebagai pegangan hidup di berbagai zaman. Bahkan dengan kehadiran banyak teknologi sekalipun tasaswuf masih relevan dan tidak usang.

Legenda sejarawan Indonesia Alm Aboebakar Atjeh menjabarkan bahwa arti tasawuf adalah sebuah ilmu untuk membersihkan jiwa dari penyakit-penyakit hati melalui jalan keislaman. Orang-orang yang hidup dengan jalan tasawuf ini dinamakan sebagai para Sufi.

Diantara tokoh-tokoh sufi yang terkenal hingga saat ini antara lain ialah Rumi, Al-Ghazali, Ibnu Ar-rabi dan Rabiah Al-wadiyah.

Para sufi tidak hanya dikenal oleh kalangan Islam tetapi dikenal juga untuk masyarakat global. Rumi contohnya, UNESCO menetapkan tahun 2007 sebagai tahun Rumi Internasional. Bahkan band besar Cold Play menciptakan lagu sufi berjudul Bani Adam terinspirasi dari Sufi berkebangsaan Iran bernama Saadi Shirazi yang memiliki pemikirannya tentang tanggung jawab sosial dan moralitas.

Hal ini membuktikan universalitas yang dibawa oleh tasawuf tanpa melihat latar belakang agama, golongan, suku dan ras. Bukankah esensi ajaran yang dibawa oleh Rasulullah sejatinya juga seperti itu, yaitu menjadi rahmatan lilalamin.

Sejarah Indonesia dan para Sufi

Nurcholis Madjid dalam bukunya mengatakan bahwasannya kaum pertama yang menyebarkan Islam di Indonesia ialah para Sufi. Hal ini yang kemudian menjadi jawaban mengapa Islam di Indonesia bisa berkompromi dan saling mengisi dengan budaya-budaya lokal yang sudah ada.

Tasawuf yang mementingkan kejernihan hati dan niat, membuat proses penyebaran islam dilakukan dengan jalan damai. Karena, amarah, kebencian, dan kedengkian adalah sifat-sifat yang dapat mengotori hati dan niat.  Pendekatan budaya dipilih oleh para sufi ketimbang pendekatan kekerasan seperti mengangkat pedang untuk perang.

Banyaknya kompromi antara ajaran-ajaran Islam dan unsur-unsur budaya lokal membuat Islam di Indonesia mudah diterima dan menyebar cepat. Dengan realitas ini, Marshall G.S. Hodgson penulis buku ‘the venture of islam’ menganggap “kemenangan” Islam di Jawa khususnya, dan Nusantara umumnya, terasa begitu “sempurna.

Ramadan dan Tasawuf

Bulan suci Ramadan menjadi momentum yang pas untuk kita semua  mengenal tasawuf. Bulan suci Ramadan dimana umat muslim diwajibkan untuk berpuasa selama satu bulan penuh, sarat akan makna. Rasanya kita sudah sering mendengar dari para ustad-ustad bahwa berpuasa bukan hanya sebatas dimensi ritual fisik sebagai bentuk ibadah saja, tetapi berhubungan juga dengan dimensi imanen (non-fisik) dalam memperbaiki kualitas internal diri. Seperti menahan hawa nafsu misalnya.

Dalam puasa bulan ramadan menahan hawa nafsu diwujudkan dengan tidak makan minum, tetapi para sufi yang manjalani hidup tasawuf tidak hanya menahan hawa nafsu makan dan minum saja.  Jangka waktunya pun tidak hanya sebulan saja, tetapi seluruh hidup sang sufi.

Menahan hawa nafsu adalah bagian dari Tazkiyyah al-Nafs atau penyucian diri. Mustahil seseorang bisa mensucikan diri tanpa menahan hawa nafsu. Untuk itulah di bulan ramadan ini, menjadi momentum yang pas dalam mengimplementasikan tasawuf dalam ibadah puasa. Sehingga kita dapat lebih memaknai puasa yang kita jalani, dari sekedar merasakan lapar saja, tetapi juga bisa merasakan kehadiran Allah dalam jiwa kita.

Tasawuf obat ketenangan jiwa di tengah pandemi Covid-19

Pandemi covid-19 yang telah menyebar luas di dunia, termasuk di Indonesia berdampak buruk dalam segala aspek hidup. Pada aspek ekonomi, ratusan tenaga kerja mengalami PHK karena merosotnya ekonomi bangsa. Mereka yang masih memiliki pekerjaan pun tetap dihantui rasa takut akan masa depan.

Belum ada kepastian yang nyata kapan covid-19 ini berakhir membuat semua orang gelisah. Ditambah lagi berita yang bermunculan di media mainstream terus menerus menerangkan angka kenaikan jumlah pasien positif dan pasien meninggal.

Tazkiyyah al-Nafs atau penyucian diri dari Tasawuf tidak hanya diartikan partial yang berhubungan dengan perilaku buruk. Tetapi lebih dari pada itu. Tazkiyyah al-Nafs mengajari diri kita untuk mencegah perilaku serta mencegah hati dan pikiran dalam merasa serta berpikir negatif.

Itulah mengapa para Sufi hidupnya selalu tenang, tentram, dan bahagia terlepas dari perubahan kondisi lingkungan sekitar seperti apapun. Tasawuf melatih hati kita tidak mencintai dunia secara berlebihan, sehingga jika sewaktu-waktu hal yang kita cintai hilang, kita tidak akan gundah, karena cinta yang kita berikan bagi dunia hanyalah sewajarnya saja.

Tasawuf juga melatih hati tidak takut pada apapun, sehingga jika ada hal yang menakutkan datang, diri kita sudah siap menghadapinya. Tasawuf selalu berusaha menjaga hati agar hanya Allah SWT semata yang menjadi raja di dalam hatinya.

Sekarang mulai banyak berkembang psikoterapi dengan menggunakan metode berdasarkan keilmuan tasawuf sebagai landasan terapinya. Malik Badri ilmuwan muslim asal Sudan yang memprakarsai Psikologi Islami di dunia, telah membuka wawasan dalam mengeksploasi kekayaan Tasawuf pada ilmu psikologi modern. Hingga sampai saat ini masih terus banyak bermunculan penelitian-penelitian yang mengakui dampak positif tasawuf bagi kepribadian seseorang.

Bertasawuf di masa-masa sulit Pandemi Covid-19

Editor:
Muhammad Faisal

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button