counter free hit invisible
Berdikari

Membangun Kemandirian Siswa di Masa Pandemi

Kembalikekar.com – Anak – anak sekarang daya juangnya kurang, terlalu manja dan tidak bisa mandiri, demikianlah pandangan yang banyak mengemuka ketika membahas tentang para pelajar generasi kini. Namun benarkah demikian? pengalaman penulis menunjukkan hal yang berbeda. Selama menjadi guru pembimbing Kelompok Ilmiah Remaja (KIR) untuk pelajar tingkat SMP, penulis justru menemukan kisah – kisah kemandirian siswa yang luar biasa. Salah satu kisah kemandirian siswa yang penulis ingat adalah kisah beberapa murid penulis yang bisa secara mandiri menyelesaikan penelitiannya dalam situasi krisis.

Kisah ini berawal kala beberapa murid penulis pada sebuah SMP di kota malang ingin mengikuti salah satu kompetisi penelitian remaja tingkat nasional. Untuk itu, mereka mulai melakukan penelitian sesuai dengan topik pilihan masing-masing, dengan bimbingan penulis selaku guru pembimbing mereka. Di tengah perjalanan penelitian tersebut, tiba-tiba penulis jatuh sakit dan diharuskan istirahat total selama sekitar satu setengah bulan. Padahal batas waktu pengumpulan sekitar 3 minggu lagi, dan penulis sudah tidak bisa membimbing mereka lagi untuk menyelesaikan penelitian.

Penulis kala itu terkejut, 1 minggu menjelang pengumpulan para siswa tersebut datang ke rumah penulis, selain untuk menjenguk mereka juga meminta tanda tangan penulis untuk berkas administrasi kelengkapan pendaftaran karya penelitian mereka yang telah selesai. Hal ini tentu menjadi kejutan bagi penulis, ternyata dalam kondisi krisis, yakni ketiadaan penulis sebagai pembimbing penelitian, mereka berhasil menyelesaikan karya penelitian mereka.

Setelah penulis bertanya, akhirnya mereka bercerita bahwa ketika penulis sakit mereka berinisiatif menghubungi salah satu kakak alumni yang pernah ikut lomba yang sama untuk membantu membimbing mereka. Selain itu, mereka juga menghubungi salah satu guru di sekolah untuk minta ditemani selama mereka menggunakan fasilitas sekolah untuk menyelesaikan penelitian mereka.

Penelitian mereka berlangsung kala libur sekolah, sehingga para siswa tidak boleh menggunakan fasilitas sekolah, seperti laboratorium atau fasilitas lainnya jika tidak ada guru yang menemani. Akhirnya berkat bantuan dari beberapa orang alumni yang mereka hubungi serta dengan ditemani salah satu guru yang mereka hubungi, maka mereka bisa menyelesaikan penelitian mereka tepat waktu untuk dapat dikirimkan guna mengikuti seleksi kompetisi.

Kisah ini menunjukkan bahwa para siswa ini memiliki kemandirian untuk menemukan solusi permasalahan mereka di kala mereka berhadapan dengan suatu krisis. Kegiatan penelitian adalah sebuah kegiatan yang memerlukan energi yang luar biasa, apalagi jika dilakukan saat masih menjadi pelajar SMP. Kemandirian siswa adalah salah satu faktor utama untuk mendukung terselesaikannya penelitian mereka.

Kisah di atas dan juga dari perjalanan pengalaman penulis berinteraksi dengan murid-murid penulis yang berada di kisaran tahun kelahiran 1990 hingga 2005 menunjukkan bahwa sebenarnya generasi muda, para pelajar kita saat ini adalah generasi yang bisa memiliki kemandirian yang baik bahkan di kala krisis. Namun, di luar ini memang tidak dapat dipungkiri kenyataan mengenai lemahnya kemandirian dan daya tahan para siswa kita.

Penulis juga melihat sendiri, masih banyak siswa – siswa yang bahkan untuk masalah yang kecil untuk ukuran usia mereka, orang tua pun harus turun tangan. Namun demikian, kembali lagi dari pengalaman yang pernah penulis lalui selama mengajar para siswa, khususnya di tingkat SMP menunjukkan bahwa sebenarnya para siswa mempunyai kemampuan untuk mandiri, hanya saja terkadang kemampuan tersebut tidak dibangkitkan atau memang dibiarkan tertutup oleh pola asuh dan pendidikan oleh orang tua dan guru.

Lalu bagaimana membangun kemandirian siswa, penulis mempunyai kiat yang berasal dari pemahaman penulis akan tiga ajaran Ki Hajar Dewantara. Pemahaman penulis terhadap konsep tersebut boleh jadi berbeda dengan pemahaman pembaca sekalian. Kita semua tahu ada tiga ajaran dari Ki Hajar Dewantara yang bisa menjadi panduan bagi kita untuk membentuk kemandirian siswa. Tiga ajaran tersebut adalah :

Ing Ngarsa Sung Tuladha.

Ing Ngarsa Sung Tuladha selama ini umumnya dikenal atau diartikan dengan yang di depan memberikan teladan. Dalam konteks guru, umumnya sering disampaikan pesan bahwa guru harus menjadi teladan bagi murid-muridnya. Ajaran ini dalam pemahaman penulis juga dalam artian memberikan pengetahuan atau pengalaman. Dalam hal ini penulis memahami kata ing ngarsa atau di depan dalam arti orang yang lebih tua, atau lebih dulu belajar sehingga dia memiliki pengetahuan atau pengalaman.

Pemilikan pengetahuan atau pengalaman atas suatu hal adalah bekal yang penting dalam menyelesaikan masalah secara mandiri. Bagikanlah pengetahuan dan pengamalan kepada siswa -siswa Anda. Hal itu tidak harus dilakukan secara pembelajaran formal, namun juga bisa melalui momen bercerita tentang pengalaman hidup Anda.

Salah satu hal yang sering penulis praktekkan ketika mengajarkan penelitian kepada para siswa adalah dengan meminta siswa lain yang telah memiliki pengalaman melakukan penelitian dan mengikuti kompetisi untuk berbagi pengalaman dengan adik-adik kelasnya.

Berbagi pengalaman ini biasanya dilakukan dengan berbagi cerita dengan suasana yang santai. Pengetahuan yang dibagikan juga tidak melulu hal yang bersifat teoritis, namun juga memperkenalkan siswa kepada kakak kelasnya atau orang lain yang pernah menghadapi permasalahan serupa.

Dalam aktivitas KIR, penulis selalu memperkenalkan para siswa dengan kakak – kakak kelasnya yang sudah pernah menyelesaikan penelitian dan mengikuti kompetisi penelitian pelajar. Bekal pengetahuan dan pengalaman ini akan menjadi modal yang penting bagi siswa untuk menyelesaikan masalah secara mandiri. Di sisi lain siswa juga akan melihat bahwa sebelumnya juga ada orang – orang lain yang telah mengalami masalah yang sama namun mereka juga bisa menyelesaikannya. Kondisi demikian akan membuat siswa cukup percaya diri.

Ing Madya Mangun Karsa.

Ing Madya Mangun Karsa, umumnya sering diartikan di tengah membangun semangat. Beberapa arti lain yang sering penulis dengar adalah, di tengah membangun kesadaran atau juga membangun kehendak. Namun benang merah dari beberapa arti yang mungkin nampak berbeda – beda tersebut adalah terkait dengan aspek internal diri si anak. Ajaran ini penulis pahami dalam arti membangun kekuatan internal dari dalam diri siswa itu sendiri. Pengalaman yang penulis rasakan ialah bahwa cara terbaik membangun kekuatan internal siswa ialah dengan memberikannya kepercayaan untuk suatu hal. Siswa – siswa kita sejatinya sangat ingin dipercaya.

Pemberian kepercayaan dari kita kepada mereka, pada umumnya dirasakan mereka sebagai suatu pengakuan akan keberadaan mereka. Oleh karena itu, jangan ragu untuk memberikan kepercayaan mengurus hal-hal tertentu kepada mereka. Berikan mereka tanggung jawab, bangunlah kesepakatan dengan mereka. Pengalaman penulis, sepanjang kita telah memberikan pengetahuan yang terkait dengan kepercayaan yang kita berikan dan kita telah memiliki komunikasi yang baik dengan siswa kita maka rasa saling percaya akan terbentuk dan saat itu adalah momentum yang paling tepat untuk memberikan kepercayaan atau suatu tanggung jawab kepada mereka.

Salah satu kunci penting pada saat memberikan kepercayaan adalah jangan menghukum mereka saat pertama kali melakukan kesalahan. Kita tetap harus menunjukkan kepada mereka kesalahan yang terjadi tetapi jangan langsung menghukum. Hukuman baru akan diberikan jika mereka mengulangi kesalahan yang sama di kesempatan yang lain.

Hal ini penting, karena jika saat pertama kali salah langsung dihukum, maka umumnya anak akan takut mengambil inisiatif ke depannya. Jika rasa takut mengambil inisiatif ini muncul, maka kemandirian tidak akan terbentuk. Praktek yang paling sering penulis lakukan selama mengajar adalah penulis memberikan kepercayaan penuh kepada siswa untuk merancang dan melaksanakan kegiatan demo ekskul untuk siswa baru yang dilakukan setiap awal tahun ajaran baru. Dalam kegiatan tersebut, para siswa penulis yang tergabung dalam ekskul KIR, penulis beri kepercayaan penuh untuk mengenalkan kegiatan ekskul KIR kepada adik-adik kelas mereka. Sejauh ini para siswa selalu berhasil menjalankan kepercayaan ini dengan baik.

Tut Wuri Handayani.

Tut Wuri Handayani, arti yang paling umum terdengar dari semboyan ini adalah di belakang memberikan dorongan atau dukungan.  Ini penulis pahami sebagai jangan selesaikan masalah siswa anda tapi bantulah mereka menyelesaikan sendiri. Caranya dengan bantu/pancing mereka berpikir hingga mereka menemukan sendiri solusinya dari alur pikir mereka. Praktek yang umum penulis lakukan adalah, saat siswa penulis menghadapi masalah dalam penelitian yang mereka lakukan, maka penulis tidak pernah langsung memberikan jawaban atas masalah tersebut. Yang penulis lakukan adalah menuntun siswa tersebut dengan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat menggali solusi dari masalah yang dihadapi siswa tersebut.

Melalui pertanyaan yang diajukan maka siswa akan terbimbing untuk berpikir hingga akhirnya dia bertemu dengan solusi atas masalahnya. Percayalah sebenarnya siswa itu tahu solusinya, namun terkadang mereka butuh dipancing atau diyakinkan oleh kita bahwa solusi yang dipikirkan oleh mereka itu benar. Dengan cara seperti ini maka kita sebagai guru atau orang tua benar-benar berada di belakang, bukan turun tangan langsung menyelesaikan masalah siswa. Dengan demikian sejatinya yang berhadapan dengan masalah secara langsung adalah siswa, ketika mereka bisa menyelesaikannya melalui dorongan kita tersebut maka mereka akan semakin yakin bahwa mereka mampu menyelesaikan masalah mereka secara mandiri. Jika ini dibiasakan maka ketika berhadapan dengan suatu masalah atau krisis, siswa akan punya kemandirian untuk menyelesaikan masalah mereka sampai dengan batas kemampuan mereka.

Dalam masa pandemi Covid – 19 ini membangun kemandirian siswa adalah suatu hal yang perlu dilakukan, mengingat pandemi ini adalah situasi krisis. Bagi para siswa terutama yang memasuki usia remaja, yakni 10 tahun ke atas maka kemandirian mereka akan berperan penting sebagai salah satu penguat kebersamaan keluarga dalam masa-masa melewati pandemi ini. Oleh karena pada masa pandemi ini, sekolah-sekolah diliburkan, maka siswa lebih banyak menghabiskan waktu hariannya di rumah bersama orang tua dan saudara-saudaranya.

Dengan demikian perlu suatu sinergi yang baik antara orang tua dan guru untuk menyusun program pembelajaran yang mendukung pembentukan kemandirian siswa. Guru perlu mengkaitkan pembelajaran yang diamanatkan kurikulum dengan aktivitas yang berhubungan dengan penyelesaian masalah lingkungan seputar rumah. Berikanlah tugas-tugas yang memang melatih siswa untuk menyelesaikan masalah secara langsung di sekitar rumah mereka.

Hadapkanlah siswa pada suatu masalah yang mereka harus selesaikan, bukan semata-mata hanya mengerjakan soal-soal saja.  Namun pemberian tugas ini juga perlu kolaborasi antar guru dan juga kolaborasi antara guru dan orang tua. Kolaborasi antar guru diperlukan agar suatu tugas dapat langsung mencakup kompetensi di beberapa mata pelajaran, sehingga tugas siswa tidak bertumpuk dari segi jumlah. Disisi lain kolaborasi orang tua dan guru yang perlu dilakukan adalah bagaimanaa guru bisa memberikan tugas yang juga bisa mendorong partisipasi orang tua dalam aplikasi tiga kiat membangun kemandirian sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button