counter free hit invisible
Masyarakat dan Sejarah

Belajar dari Ki Hadjar Dewantara Berikanlah Satu Hari kepada Keluarga

Selama pendidikan itu hanya bersandar pada intelektualisme, menurut Ki Hadjar Dewantara perlahan akan membunuh perasaan kemanusiaan sang anak hingga kelak ia dewasa dan hidup di tengah-tengah masyarakat

Kembalikeakar.com – Pada hari senin 13 April 2020 lalu program ‘Belajar dari Rumah’ yang digagas oleh Kemendikbud  mulai mengudara di TVRI. Nadiem Makarim berujar bahwa program tersebut merupakan bentuk upaya Kemendikbud membantu terselenggaranya pendidikan bagi semua kalangan di masa darurat Covid-19. Program ini tersedia untuk semua jenjang pendidikan dan menitikberatkan pada pembelajaran sekolah.

Kurang lebih mulai tiga sampai empat minggu lalu para pelajar sekolah dan orang tua juga sibuk melakukan kegiatan belajar jarak jauh-mandiri, dengan bantuan para guru melalui sambungan teknologi internet. Hari-hari krisis kesehatan karena Covid-19 tampaknya diisi oleh para pelajar dengan kegiatan pengajaran ilmu pengetahuan di rumah. Maka, rasanya udara yang dihirup di rumah ialah hanya udara ‘intelektualisme’.

Ki Hadjar Dewantara, bapak pendidikan Indonesia pernah berujar bahwa ‘alam perguruan’ biasanya hanya berkedudukan sebagai tempat pendidikan pikiran yang tak lebih berisi ilmu pengetahuan dan kecerdasan atau intelektualisme. Pengaruh intelektualisme ini nyatanya perlu dibarengi dengan penanaman pendidikan sosial atau persediaan hidup kemasyarakatan.

Dasar pemikiran ini ditujukan agar tidak memundurkan perasaan kemanusiaan dan kemurnian batin seseorang. Seorang anak bisa bersekolah di mana saja, bahkan yang bergengsi sekalipun. Namun, ketika intelektualisme menguasai sepenuhnya hidup sang anak, maka ia akan merasakan dirinya semakin berjauhan dengan adat kemanusiaan. Termasuk sopan santun dan kesusilaan yang juga turut terpinggirkan.

Jauh sebelum pandemi ini, kita bisa melihat sejumlah kasus para pelajar membatah seorang guru, merendahkan kehormatannya di depan kelas, mengancam gurunya dengan senjata tajam karena telepon genggamnya disita, bahkan sampai menikamnya karena tak terima ditegur ketika tertangkap merokok di kelas. Yang terbaru kita bisa melihat sendiri, serangkaian peristiwa para lulusan perguruan tinggi luar negeri yang menunjukkan ‘gelagapnya’ menghadapi persoalan di masyarakat. Bahkan di kondisi krisis saat ini. Berlalu lalang pun meme di lini masa kita ‘I see humans, but no humanity’.

Teranglah bahwa selama pendidikan itu hanya bersandar pada intelektualisme, menurut Ki Hadjar Dewantara perlahan akan membunuh perasaan kemanusiaan sang anak hingga kelak ia dewasa dan hidup di tengah-tengah masyarakat.

Keluarga sebagai Pusat Pendidikan

Bila kita sadari ternyata hari-hari isolasi ini malah membuat kita tak sempat bergaul dengan keluarga. Keperluan sosialisasi dalam keluarga biasanya dikalahkan. Karena di dalam rumahnya merasa mempunyai ‘alam’ sendiri-sendiri. Jika kita mundur ke belakang, sebelum adanya pandemi ini, tentu kita ingat di hari libur pun hampir tidak temu sapa antara Ayah dan Ibu atau anak-anak kita sendiri.

Sebagaimana di tuturkan Ki Hadjar Dewantara, keluarga merupakan ‘alam persediaan’ dan tangga awal untuk masuk ke lingkungan kehidupan masyarakat atau hidup kemanusiaan. Ayah dan Ibu berdiri sejajar dengan kaum pengajar. Memberi teladan yang berguna untuk persediaan kehidupan masyarakatnya kelak. Agar ketika menjadi orang dewasa dan masuk ke dalam masyarakat, sang anak tidak terlihat ‘gagap’ dalam bertingkah serta bersikap di tengah masyarakat. Ki Hadjar Dewantara mengingatkan bahwa setiap orang tua sudah memiliki naluri menjadi seorang guru di dalam dirinya.

Pengajaran yang dicanangkan oleh Ki Hadjar Dewantara bahwa anak-anak sebaiknya tidak bertenaga hanya dalam pikirannya. Inteleknya sangat aktif, namun tidak disertai tenaga tubuh atau fisik.

Berilah pelajaran tentang segala keperluan keluarga sesuai konteks saat ini pada sang anak selama masa isolasi di rumah. Misalnya, keperluan keluarga di sini bisa diterjemahkan untuk tetap di rumah dan berkegiatan di rumah. Anak-anak bisa diajarkan untuk membantu menanam atau berkebun di rumah. Turut bertanggung jawab dengan keadaan di rumah. Dimulai dari membersihkan dan merapikan ruangan kamarnya. Mensterilisasi barang-barang tertentu di rumah. Membantu menyiapkan makanan untuk keluarganya.

Kedudukan anak di lingkungan keluarga pun sama seperti orang yang hidup di dalam masyarakat. Mereka berkesempatan mendidik diri sendiri karena seringkali terpaksa mengalami kejadian yang bermacam-macam. Termasuk saat ini ketika mengalami kejadian isolasi dan belajar dari rumah.

Anak-anak yang biasa turut mengerjakan segala pekerjaan di ‘alam keluarganya’ dengan sendirinya mengalami, lantas melaksanakan berbagai macam kekuatan yang berguna bagi pendidikan budi pekerti dan pendidikan sosial. Bagi pendidikan budi pekerti anak memiliki karakter yang giat, tahan, berani, cerdik, berperasaan atau memiliki empati, dan memiliki sikap awas,  waspada serta siap sedia menghadapi segala keadaan juga peristiwa. Bagi pendidikan sosial, akan muncul sifat rela untuk memberi pertolongan pada orang lain, bertanggung jawab terhadap kondisi di sekitarnya.

Cinta kasih Ayah-Ibu yang cukup di dalam keluarga adalah perasaan yang berguna untuk mendidik batin sang anak (pikiran, rasa, kemauan). Selama masa isolasi ini, berikanlah minimal satu hari kepada keluarga untuk memberi berbagai pengaruh yang baik. Keluarga ialah ‘Kawula’ dan ‘Warga’ yang memiliki kedudukan yang sama sebagai ‘abdi’ maupun ‘tuan’. Kita mengabdi pada kesatuan keselamatan dan kebahagiaan keluarga selengkapnya.

Editor:
Muhammad Faisal

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button