Alih fungsi sebuah grup Whatsapp: Skema bertahan para UKM
Kembalikeakar.com – Salah satu fenomena yang kerap terjadi di masa pandemi Covid-19 ini adalah ramainya sebuah portal komunikasi berbasis aplikasi yaitu Whatsapp. Jika dalam dua tahun belakangan portal ini kerap diramaikan oleh perbincangan politik, maka kali ini diramaikan oleh berbagai poster dan foto produk.
Mulai dari obat, masker, suplemen herbal, dan yang marak di bulan ramadhan ini makanan siap makan dan siap antar, semua bergiliran mengisi ruang chat via broadcast, door to door, maupun status update. Hal ini tidak lain adalah sebuah skema bertahan bagi para UMKM yang terdampak. Muncul pula UMKM baru, yaitu orang-orang yang kehilangan pekerjaan dan dirumahkan maupun yang penghasilannya menurun drastis.
Yang menarik, semua grup Whatsapp atau sebagian besar kini beralih fungsi. Yang dulunya adalah forum berjualan paket wisata, kini berjualan sayuran, ikan, daging makanan siap saji, masker dan alat kesehatan. Yang dulunya ajang reunian sekolah sekarang seperti pasar, tiap hari ada saja barang yang dijajakan. Begitu pun grup keluarga, ada saja barang yang diperjualbelikan.
Para pengiklan ini sadar sepenuhnya, bahwa menunggu bantuan pemerintah adalah sia-sia. Berharap hanya akan membuat kecewa. Satu-satunya jalan adalah bangkit dan Berdikari, berdiri di atas kaki sendiri.
Ledakan UMKM ini tentunya membawa arti baru dalam kondisi sosio ekonomi masyarakat. Dimana pembelian barang cenderung diprioritaskan kepada UMKM, terutama rekan atau saudara yang terdampak Covid-19. Data terakhir menyebutkan bahwa UMKM sendiri sudah menyumbangkan sekitar 60 persen dari total PDB (Produk Domestik Bruto) dan menyerap lebih dari 90 persen tenaga kerja sebelum adanya pandemi (sumber: BPS)
Socio-Preneur pun bermunculan. Gerakan donasi masker dan sembako, banyak oleh UMKM yang merintis usaha tersebut. Mencoba social branding, yang pada kenyatannya cukup menarik massa. Banyak juga usaha tour and travel yang kini menjual kaos dengan sebagian keuntungan disumbangkan untuk keperluan medis maupun sosial.
Di masa pandemi ini, para UMKM maupun perusahaan besar sebenarnya berada dalam posisi sama. Sama-sama berjuang dari nol lagi. yang membedakan mungkin bukan lagi omsetnya, karena dua-duanya mungkin sama-sama nol atau minus, melainkan seberapa ‘gemuk’ personilnya. Bahkan UMKM berada di posisi yang cukup menguntungkan karena beban yang kecil sehingga tidak perlu PHK atau merumahkan pegawainya.
Yang ada, mereka beralih fungsi, entah re-engineering produk, dari resto/dine in menjadi layanan antar, atau benar-benar berganti produk, bahkan berganti brand. Contohnya Campa Tour, sebuah perusahaan wisata yang kini membuat brand baru menjadi Campa Health, dengan produk unggulan jamu bubuk. Alih-alih dirumahkan, para pegawai justru dibuat sibuk dengan marketing dan distribusi jamu. Hal ini mirip dengan beberapa perusahaan lain yang menjadikan semua pegawainya sebagai sales, dengan target penjualan yang ditetapkan perharinya.
Kreativitas para UMKM ini memang patut diacungi jempol. Karena di saat sebagian besar masyarakat membatasi gerak di saat PSBB ini dengan di rumah, merekan justru harus keluar. Mencari supplier, bahan baku dan melakukan pengiriman. Kalaupun di rumah mereka tidak ada hentinya berputar otak bagaimana cara meningkatkan penjualan di esok harinya. Sungguh sangat sedikit bahkan hampir tidak ada yang memikirkan Covid-19. Sebagian besar sudah siap dengan kemungkinan terburuk: pandemi yang terus menerus berkepanjangan.
Menarik untuk melihat kemajuan UMKM ini ke depannya, bukan tidak mungkin jumlah kontribusi terhadap PDB akan semakin banyak dan menjadi perusahaan scale up, menggantikan beberapa perusahaan besar yang terpaksa harus gulung tikar karena tidak mampu berubah dengan cepat di tengah pandemi ini.