counter free hit invisible
Mengenal Diri

Jomblo, Pandemi & Horrornya Kesepian

Kembalikeakar.com – Perasaan kesepian dapat menjadi kisah horror yang nyata serta dapat menghantui kita. Hal ini bukanlah gimik atau asumsi semata, melainkan dijelaskan berdasarkan riset. Galau kesepian merupakan perasaan sakit yang subjektif karena merasa terisolasi dari lingkungan sekitar. Karena kesepian ini bersifat subjektif, artinya meskipun kamu berada dirumah dengan banyak saudara sekalipun, kamu bisa tetap merasa kesepian.

Meskipun di sekolah kamu dikelilingi banyak teman-teman mu, kamu bisa tetap merasa kesepian. Meskipun kamu memiliki ratusan bahkan ribuan follower sosmed sekalipun, kamu bisa tetap merasa kesepian. Begitu tidak dapat diremehkannya galau kesepian ini. Negara adidaya sekuat Amerika Serikat pun masih berupaya membebaskan diri dari masalah galau kesepian. Sebuah survey membuktikan 46 persen warga mereka masih kerap merasa kesepian meskipun ditengah dunia modern yang hingar bingar ini. Bahkan di Negara yang memenangkan perang dunia ke 2 yaitu Inggris. 60 persen warganya mengaku sering banget merasa kesepian.

Apalagi disaat Pandemi Corona seperti saat ini. Studi relate and eharmony mengatakan bahwa masa pandemi ini memang membuat orang lebih merasa kesepian. Apalagi bagi mereka yang rentan merasa kesepian seperti para jomblo dan lansia. Kita bisa membayangkan bahwa kehidupan para lansia yang sudah tua tentu saja ketika pandemi sangat terisolasi dan dibatasi pergerakannya, alih-alih untuk mengurangi risiko terjangkit Corona mereka menjadi sangat rentan terjangkit virus mental kesepian ini.

Jomblo yang biasanya bersandar pada keluarga maupun teman-teman pun dikarenakan physical distancing ini menjadi lebih terhalang untuk bersandar dengan lingkungan sosialnya. Kesalahan banyak orang ialah hanya berpandangan seolah-olah kesepian hanya terjadi pada orang yang tidak bisa berinteraksi pada orang lain. Namun sebuah studi berbasis populasi telah menunjukkan bahwa keterampilan sosial praktis tidak serta merta membuat perbedaan dalam hal berhubungan sosial. Dengan demikian, uang, ketenaran, kekuasaan, kecantikan, keterampilan sosial, kepribadian yang hebat tidak dapat melindungi mu dari kesepian karena ternyata kesepian pada dasarnya merupakan bagian dari aspek alami biologi manusia.

Perasaan kesepian merupakan alarm tubuh yang memberi tahu bahwa kamu perlu menjalin hubungan sosio-emosional guna memenuhi kebutuhan sosial mu. Cara kerjanya sama seperti perasaan lapar yang merupakan alarm tubuh yang memberi tahu kalau kamu perlu makan untuk memenuhi kebutuhan fisik mu. Tubuh mu peduli dengan kebutuhan sosial mu karena jutaan tahun yang lalu kesepian adalah indikator tentang seberapa besar kemungkinan mu untuk bertahan hidup.

Sejak masa prasejarah tubuh manusia didesain untuk menjadi mahluk sosial. Dimasa yang penuh dengan binatang buas, berbagai ancaman musuh dan badai yang menerjang, dengan bersama-sama berarti kita dapat bertahan hidup, ketika kita sendiri berarti kita akan mudah mati. Untuk menghindari itu, maka kesepian merupakan alarm yang memberikan social pain. Kesakitan kesepian ini merupakan evolusi dari penolakan oleh lingkungan sekitar. Oleh karena itu sejak dulu leluhur kita merasa sakit bila ditolak kaumnya.

Kesepian bisa menjadi wabah yang tak kalah berbahaya dari virus, bahkan menjadi sebuah epidemi muncul sejak era akhir reinassance. Yaituk ketika peradaban barat mulai fokus pada individualism. Tren ini meningkat pesat ketika revolusi industri dan semakin modern era dunia kita semakin tren individualism melekat pada diri kita.
Saat ini saja ketika semua pekerjaan menjadi semakin praktis dan dapat dilakukan sendiri, semakin sedikit kita membutuhkan orang-orang disekitar kita dibandingkan leluhur kita jaman dulu. Sehingga kita semakin sedikit berhubungan dekat dengan orang lain. Di Amerika Serikat rata-rata jumlah teman dekat pada 1985 menurun dari 3 orang menjadi 2 orang saja di tahun 2011.

Di era masifnya paparan informasi, kita dituntut untuk tau segala hal, di era narasi manis industry 4.0 kita seakan dibuat lebih aktif hidup di dunia maya bukan di dunia nyata. Hubungan online maya terjalin namun hubungan sosial offline yang nyata kadang terlupa. Era yang berorientasi pasar menuntut kita untuk terus tumbuh maju, tak jarang hubungan sosial manusia dianggap hubungan transaksional bukan relasional. Kamu semakin tua, kamu menjadi sibuk dengan pekerjaan mu, keluarga mu, kuliah mu, Netflix mu, dan lainnya. Sedangkan waktu setiap orang cuman 24 jam/hari. Tidak cukup untuk memenuhi semua keinginan mu.

Di era kencangnya konstruksi pasar hal yang paling mudah dikorbankan ialah waktu yang dianggap tidak menguntungkan dirimu, tak jarang kamu mengorbankan waktu nongkrong mu, bahkan waktu keluarga mu. Sehinga kamu semakin merasa kesepian. Tanpa sadar ketika ingin membutuhkan pertolongan, tidak ada yang ada disamping mu. Dan ketika kita merasa kesepian kita semakin sensitif untuk berpikir negatif pada orang lain. Bahkan ekspresi yang biasa saja dapat kita anggap sebagai bentuk ancaman bagi kita.

Ketika kesepian, otak kita dapat merubah ekspresi senyum ikhlas orang lain menjadi senyum meremehkan dirimu, merubah ucapan pujian ikhlas orang lain menjadi sindiran yang menjatuhkan mu. Apapun kamu anggap menjadi musuh, dan hal negatif yang mengancam sehingga hubungan sosial mu bisa menjadi semakin buruk.

Secara mental kamu merasa sakit karena perasaan subjektif dirimu yang merasa terisolasi (padahal belum tentu), secara fisik kamu terkena resiko sakit akan kesepian yang ternyata 2x lebih mematikan daripada obesitas dan merokok. Lebih buruk lagi, ketika ada orang yang ingin membantumu, kamu yang merasa kesepian dapat memandang hal tersebut secara negatif atau berburuk sangka sehingga kamu menutup diri. Dan akhirnya kamu terjebak dalam horrornya loop tak berujung kesepian.

Seluruh dunia seakan menjadi musuhmu, kamu merasa sendirian. Hal tersebut mungkin dapat menjelaskan mengapa kesepian dapat secara signifikan mengarah pada perilaku bunuh diri. Sehingga arwah penasaran yang tayang di banyak ekspedisi tv seringkali mengaku bunuh diri karena perasaan menderita akan hidup dan matinya diiringi horrornya rasa sepi.

Bagaimanapun kesepian bukanlah hal yang aneh dan langkah awal untuk mengobatinya ialah dengan cara menerima bahwa rasa kesepian mu ialah hal yang wajar. Lalu introspeksi diri, berikanlah kesempatan untuk berpikir lebih positif dan beri ruang keberanian untuk lebih terbuka pada orang yang kamu percaya. Keterbukaan bukanlah tanda bahwa dirimu orang yang lemah, keterbukaan justru merupakan tanda bahwa dirimu ialah orang yang berani.

Berani untuk menjadi manusia seutuhnya, yang tidak sempurna dan membutuhkan bantuan sesama. Setelah pikiran negatif dibuang, orang yang kesepian dapat mendekati hubungan baru dengan pandangan positif dan optimis, melihat yang baik dalam diri orang lain, dan belajar untuk merasa lebih percaya diri. Dan cara ini terbukti 4 kali lebih efektif dalam menyelesaikan masalah kesepian.

Indonesia yang memiliki kultur kolektif sejak dahulu kala. Faisal, M. (2017). Generasi phi π (pengubah Indonesia): memahami milenial pengubah Indonesia. Republika Penerbit. Menunjukkan bahwa leluhur kita sejatinya sangat visioner sekali dalam menghadapi isu mental ini. Seyogyanya kita perlu lebih menyaring dan memperkuat akar identitas kita, sehingga dalam menghadapi pesatnya era modern dan paparan globalisasi yang ada. Kita tetap berjiwa kolektif dan peduli terhadap sesama. Karena obat mujarab dari virus galau kesepian ini ialah kepedulian dan empati.

Sebagaimana yang diajarkan pikukuh baduy yang mengharuskan manusia untuk berempati dan peduli pada semua mahluk hidup dan alam sekitar. Sebagaimana pupuh tembang sinom dari Jawa yang mengharuskan manusia untuk menebarkan kasih sayang tanpa pamrih. Sebagaimana tulur aji jangkat dari Dayak yang mengharuskan manusia untuk bergotong royong dalam memberikan kasih sayang.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button