Berjuang Secara Mental Melawan Pandemi
Dan ada dua pilihan menghadapinya: Menyerah, atau Berjuang.

Pandemi Covid-19 ini menjadi momok baru yang mengejutkan bagi setiap orang. Dalam waktu
singkat, setiap orang dipaksa untuk merubah gaya hidup dan kesehariannya, bahkan kondisi
ekonominya, agar tidak tertular dan menularkan virus tak kasat mata ini.
Manusia yang pada hakikatnya mahluk sosial, sekarang harus berjarak sosial, jika tidak bisa
dikatakan anti sosial.
Menghadapi perubahan yang cukup drastis ini tidaklah mudah. Dari yang bertemu orang setiap hari,
menggunakan moda transpor setiap harinya dan berpindah secara konstan, kini menjadi diam.
Menghabiskan waktu selama hampir 24 jam di satu tempat. Terus-menerus hingga waktu yang tidak
ditentukan.Banyak yang merasa tersiksa, takut dan gelisah. Merasa tidak nyaman dengan kondisi penuh
ketidakpastian. Ibarat perang, semua sedang menghadapi 1 musuh: Covid-19.
Dan ada dua pilihan menghadapinya: Menyerah, atau Berjuang.
Menyerah berarti membiarkan rasa was-was dan kegelisahan menguasai diri ini. Hasilnya, tingkat
emosi yang tinggi, kekerasan dalam rumah tangga yang meningkat, dan depresi. Perilaku panic
buying maupun penyakit takut berlebihan kepada kematian (tanatophopia) juga rentan terjadi.
Di sisi lain, kita semua bisa memilih untuk berjuang melawan pandemi ini. Bagaimana caranya?
bukankah hanya vaksin yang dapat melawannya? Belum tentu. Ada beberapa cara untuk berjuang
melawan pandemi.
Daftar Isi
Berpikiran positif.
Banyak penelitian, baik secara spiritual maupun ilmiah menjelaskan bahwa 90 persen penyebab
penyakit adalah dari pikiran. Lebih jelasnya lagi, emosi negatif seperti marah, sedih, stres dan lainnya
membuat imunitas tubuh semakin menurun dan akhirnya rentan terkena penyakit.
Sederhananya, berjuang di tengah pandemi adalah dengan berpikiran positif. Jika tidak bisa berpikir
positif tentang situasi dunia, maka carilah topik lain yang anda minati dan ikuti. Contoh, sekarang
anda dapat membuat kopi kekinian dengan hanya bermodal kopi sachet dan susu UHT, bisa
berhemat banyak tentunya. Atau, kini anda mempunyai kesempatan untuk mencetak photobook anak
anda dari bayi, supaya tidak terhapus dari perangkat digital. Contoh lainnya misalnya anda kini dapat
memanggil teknisi Gawai ke rumah untuk merestore memori dan kontak Gawai lama. Hal yang
mungkin sederhana, tapi cukup dapat membahagiakan.
Bercengkrama.
Bersenang-senang, tertawa dan bercengkrama dengan orang terkasih adalah obat terbaik dari
semua penyakit. Hal ini tidak sulit, yang penting anda harus sering-sering berkumpul dengan keluarga
di suatu ruangan, beraktivitas bersama, bermain, atau hanya sekedar duduk-duduk. Yang penting
temukanlah sebuah topik yang dapat membuat anda semua tertawa. Untuk keluarga yang tidak
serumah, buatlah sesi video call bersama secara rutin. Yang penting, berkumpul sesering mungkin.
Menyibukkan diri.
Hukum energi sejatinya menjelaskan bahwa energi, baik itu positif maupun negatif tidak bisa
dihilangkan, melainkan berubah bentuk. Salah satunya dengan menyibukkan diri. Hal yang paling
mudah adalah membuat laporan keuangan. Baik perusahaan, maupun rumah tangga. Merencanakan
anggaran ke depan juga dapat dilakukan terutama agar pengeluaran tidak malahan bengkak ketika
masa karantina di rumah. Intinya menyibukkan diri bukan hanya sekedar untuk hobi, tapi untuk
kebutuhan sehari-hari.
Hal ini banyak terjadi terutama di antara pengusaha dan UMKM yang mengalami penurunan omzet
dan bahkan harus tutup, atau pegawai yang terpaksa di rumahkan atau di PHK. Bagi mereka tidak
ada waktu untuk stres memikirkan Covid, yang ada mereka harus berputar otak, bekerja lebih lama
dan kreatif untuk mendapatkan penghasilan tambahan. Membuat ide bisnis, browsing supplier dan
berjualan dapat membuat hari terasa cepat hingga tidak ada lagi waktu untuk memikirkan Covid.
Mencari cara agar “didengarkan”
Sejatinya, setiap manusia ingin didengarkan keluh kesah maupun kesedihan. Dengan didengarkan,
maka energi negatif yang ada seakan menguat. Timbul respon positif dalam diri. Ternyata masih ada
orang yang baik dan menyayangi mereka. Hubungi orang terdekat dan ceritakanlah keresahan anda.
Tidak perlu panjang, cukup satu atau dua kalimat melalui pesan teks untuk membuat mereka tahu
bahwa anda sedang tidak baik. Anda juga dapat video call atau membuat rekaman pesanan
Apapun medianya, yang jelas anda perlu didengarkan. Jika ingin menulis lebih panjang, tulislah blog,
post di sosial media atau apapun yang membuat ada merasa lega telah didengarkan. Tulis tentang
apa saja, terutama jika ada beban masa lalu yang belum tersampaikan. Dengan menceritakan setiap
detail masalah secara runut, maka di akhir tulisan, anda akan menceritakan solusi atau hikmah yang
ada. Hikmah atau solusi tersebut yang akan pada akhirnya diterima tubuh sebagai jawaban atas
kesedihan selama ini. Hal tersebut dinamakan therapeutic writing.
Membantu orang lain
Membantu orang dapat menumbuhkan rasa positif di dalam diri. Merasa berguna bagi hidup orang
lain adalah salah satu peningkat self esteem atau rasa percaya diri. Pada masa Covid sekarang inilah
justru banyak orang yang sedang butuh uluran tangan anda. Anda dapat berbagi sembako kepada
kehilangan pendapatan, membeli barang dagangan teman yang kehilangan penghasilannya, atau
bahkan sekedar menjadi teman curhat bagi orang orang yang terkena dampak penyebaran wabah ini.
Membelikan makanan untuk Ojol, menyumbang makanan dan APD untuk tenaga medis juga salah
satu yang bisa dilakukan untuk berbagi dan menumbuhkan rasa positif dalam diri.
Menjadi pejuang di tengah pandemi ini memang tidaklah mudah. Apalagi ditambah berita kematian
atau kabar bahwa orang yang dikenal positif terkena Covid. Perlu ditanamkan berulang-ulang di
dalam pikiran, apakah kita akan membiarkan Covid merusak masa depan dan kebahagiaan diri dan
keluarga? Akankah kualitas hidup kita berkurang karenanya? Apakah memang tidak ada yang bisa
disyukuri sekecilpun dalam keseharian kita pada masa ini?
Berjuang adalah tidak memberikan kesempatan sedikitpun bagi musuh untuk menakuti kita.
Lawanlah dengan hati dan pikiran yang lapang. Tetaplah tenang, demi keluarga dan masa depan
anak kita nantinya.
Editor:
Muhammad Faisal