counter free hit invisible
Masyarakat dan Sejarah

Harapan untuk Indonesia Raya

Lagu kebangsaan Indonesia Raya kerap hanya dijadikan sebagai lagu wajib nasional saja. Padahal, liriknya yang sarat dengan makna, mengandung begitu banyak doa nan harapan besar untuk bangsa.

Kembalikeakar.com – Wage Rudolf Supratman untuk pertama kalinya memperdengarkan lagu Indonesia Raya dalam kongres Pemuda Kedua pada 27-28 Oktobr 1928. Lagu yang ia bawakan dengan iringan biola itu, membuat seluruh peserta kongres bersemangat. Karena lirik yang dilantunkannya sarat dengan syair-syair perjuangan, persatuan, dan kemerdekaan. Semenjak saat itu juga, pergerakan WR Supratman selalu dimata-matai oleh penjajah. Karena dikhawatirkan WR Supratman dapat menyebarluaskan pengaruhnya di Tanah Air.

Pada zaman ini, apakah para pemuda menyanyikan lagu Indonesia Raya hanya sekadar menyanyikannya karena semata-mata menjalankan tradisi belaka? Atau karena ingin mengamalkan dan merealisasikan harapan-harapan di dalamnya?

Jika ditelisik lebih dalam, pada bagian stanza kedua dan ketiga, lirik lagu Indonesia Raya dipenuhi oleh bait-bait optimisme penuh harapan. Tetapi selama ini, di setiap momen dan tradisi yang ada, kita hanya menyanyikan satu stanza dari lagu kebangsaan. Ironisnya, mayoritas dari kita tidak mengetahui adanya stanza dua dan tiga pada lagu yang selalu dikumandangkan di setiap peringatan-peringatan penting ini.

Dari potongan lirik stanza kedua yang berbunyi, Indonesia, tanah yang mulia, Tanah kita yang kaya, Di sanalah aku berdiri untuk s’lama-lamanya.  Kita dapat menafsirkan, bahwa Tanah Air yang sedang kita pijak saat ini dipenuhi oleh kelimpahan dan keberkahan di dalamnya. Tak hanya itu, di sini juga kita akan terus dituntut untuk mengabdi kepada Ibu Pertiwi. Maka sangatlah mengherankan jika ada beberapa orang  dari masyarakat Indonesia yang tidak mempunyai rasa bangga sedikitpun terhadap bangsa ini. Karena tidak ada alasan untuk tidak mencintai Indonesia ini.

Fenomena tragis yang sedang terjadi di kehidupan bernegara kita, seakan-akan akar sejarah kita sedang berusaha untuk dicabut akibat pengaruh dari luar. Mereka berusaha untuk menjauhkan dan menghilangkan pengetahuan-pengetahuan dalam negeri ini. Dan berdalih menggantinya dengan apa yang akan mereka tanam.

Seperti yang terjadi ketika masa penjajahan Belanda. Hal yang selama ini selalu diangkat, para penjajah hanya menjadikan perdagangan rempah-rempah menjadi motif tunggal dalam menduduki negara ini. Padahal, terdapat tujuan lain, yaitu membumihanguskan ilmu pengetahuan Nusantara yang sedang berkembang sangat pesat kala itu. Di era ini pun dengan begitu terbukanya globalisasi dan tidak adanya limitasi informasi, kenyataan serupa sedang terulang kembali.

Pada potongan lirik stanza ketiga, yaitu S’lamatlah rakyatnya, S’lamatlah putranya, Pulaunya, lautnya, semuanya. Para founding fathers bangsa Indonesia mempunyai doa luar biasa mulia untuk keberlangsungan negara yang kita sayangi ini. Mereka berharap kepada para pemegang tongkat estafet masa depan Tanah Air, untuk selalu hidup rukun dan saling melindungi satu sama lain. Bukannya, menyakiti satu sama lain.

 

Kepentingan pribadi dan kelompok tertentu sering menjadi awal mula permasalahan yang terjadi. Mereka membutakan mata hati dan menghalalkan segala cara untuk meraih tujuan yang diinginkan. Oleh karena itu, begitu banyak gesekan negatif lintas ras, mazhab, maupun jender yang kerap terlihat. Secara lebih lanjut, ini bertentangan dengan doa harapan para leluhur terdahulu terhadap bangsa ini.

Pada era modern seperti sekarang ini, pemuda-pemudi Indonesia yang sudah kehilangan rasa nasionalismenya perlu untuk mengingat kembali memori-memori kolektif kebangsaan. Banyak peristiwa penting dan orasi-orasi perjuangan dari sejarah yang harus diangkat kembali ke permukaan. Bahkan, hal tersebut wajib  dikokohkan dan selalu dieksiskan agar para pemuda Tanah Air selalu mengingat jati diri mereka.

Pemerintah mempunyai peran yang sangat penting dalam menjaga dan menggemborkan rasa nasionalisme suatu negara. Jika pemerintah ingin senantiasa melakukan hal itu, para pengambil kebijakan harus mengaplikasikannya di segala aspek dan sektor. Tidak cukup jika hanya ditekankan pada bagian-bagian tertentu saja. Kita sering melihat pendidikan tentang nasionalisme dan bela Tanah Air hanya digalakkan di bidang kemiliteran oleh Kementerian Pertahanan Indonesia. Padahal, pendidikan serupa juga bisa diterapkan oleh kementrian dan lembaga lainnya.

Di sisi lain, para pemuda Indonesia sebagai motor penggerak bangsa diharapkan menjadi garda terdepan dalam menyerukan semangat nasionalisme. Karena Indonesia adalah salah satu negara yang menjadikan pemuda sebagai kiblatnya. Bapak Proklamator Indonesia, Ir. Soekarno mengenai makna nasionalisme di dalam bukunya Dibawah Bendera Revolusi : Jilid 1 pernah mengatakan, Nasionalisme itu ialah suatu itikad, suatu keinsyafan rakyat, bahwa rakyat itu ada satu golongan, satu bangsa!

Nusantara dengan segala anugerah yang dimilikinya, mempunyai potensi besar untuk terus bersaing dengan tatanan sistem Internasional. Syaratnya antara lain, menguatkan serta menjadikan ideologi dalam negeri sebagai pondasi utama dalam bergerak. Dan senantiasa bertumpuh pada semangat berdikari, berdiri di atas kaki sendiri.

Muhammad Ghiffari

Ferdowsi University of Mashhad Student’s Bachelor Degree Political Science An Indonesian

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button